Rabu, 16 November 2016

Memahami Nahwu Dengan Pendekatan Filsafat. Bab 1

Warta Nasional Daerah Internasional Keislaman Ubudiyah Syariah Bahtsul Masail Khotbah Hikmah Taushiyah Doa Tokoh Fragmen Pesantren Opini Seni Budaya Puisi Cerpen Risalah Redaksi Wawancara Pustaka Humor Pendidikan Islam Quote Islami Kajian Keagamaan Tentang NU Share Memahami Nahwu dengan Pendekatan Filsafat 

Mukafi, NU Online | Ahad, 18 November 2012 08:18 

Oleh Mohamed Abul Fadlol Af 

 Nahwu merupakan kumpulan kaidah-kaidah linguistik klasik bangsa Arab. Dalam perjalanannya, ilmu nahwu telah mengalami proses panjang dalam peletakan, perkembangan dan segala perdebatan. Menurut satu versi historis, ilmu nahwu untuk pertama kali muncul pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib lewat perantara Abu al-Aswad al-Dualy. Munculnya ilmu nahwu dilatarbelakangi oleh semakin meluasnya kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Arab menurut standar fasih, atau yang biasa kita sebut sebagai “Lahn”. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat Arab pada saat itu yang mulai bercampur dengan bangsa “Ajam” pasca meluasnya wilayah Islam ke negara-negara sekitar.

 <> Dalam kitab Qawaid al-Asasiyah karangan Sayyid Ahmad al-Hasyimi misalnya, diriwayatkan bahwa putri Abu al-Aswad salah dalam mengucapkan shighat ta’ajub ketika melihat gemerlap bintang di langit. Kalimat yang seharusnya dipakai adalah “Ma ahsana as-sama” namun diucapkan rafa’ sehingga menjadi “Ma ahsanu as-sama”. Selain itu juga diriwayatkan kesalahan bahasa yang lain seperti seorang Ajam yang salah dalam membaca surat at-Taubah ayat 3. Pembacaan yang benar adalah dengan membaca rafa’ pada lafadz “Rasuluhu” dalam ayat “Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa rasuuluhu” namun orang ajam tersebut membacanya dengan jer. Sehingga makna yang dihasilkan sangat berbeda dan kontradiksi dengan makna asli yang dimaksudkan. Oleh karena itu ilmu nahwu dicetuskan dengan tujuan menjaga lisan dari kesalahan dalam pengucapan, baik dalam bahasa sehari-hari atau dalam pelafadzan ayat al-Qur'an. Di setiap pesantren, ilmu nahwu merupakan mata pelajaran primer yang wajib dikuasai santri. Karena dengan ilmu ini, khazanah keilmuan Islam yang sangat luas dapat diselami secara mendalam. Jelas saja, keilmuan Islam dari zaman klasik sampai sekarang diwariskan dalam bentuk buku yang berbahasa Arab atau yang lebih populer disebut dengan “Kitab kuning”. Tanpa nahwu, seseorang tidak akan bisa membaca kitab kuning, sehingga wajar jika nahwu memperoleh julukan “Abu al-Ilmi” bersanding dengan sharaf sang “Ummu al-Ilmi”. Oleh karena itu, indikator keberhasilan santri dalam belajar ditandai dengan penguasaan terhadap gramatikal Arab ini. Di sisi lain, kebanyakan santri sering mengeluh karena banyak hafalan yang harus disetorkan untuk memenuhi standar kompetensi yang dicanangkan pesantren, yakni nadzam-nadzam nahwu seperti Imrithy atau Alfiyah. Hal ini menyebabkan santri terkadang merasa jenuh dengan materi nahwu. Lebih dari itu, keberadaan nahwu mulai terpinggirkan karena santri-santri lebih menyukai diskusi teologi. Apalagi ketika seorang santri telah melewati tingkatan Alfiyah, nahwu serasa kurang penting dan menarik untuk dipelajari. 

 * Filsafat itu penting *

 Perkembangan filsafat dari zaman klasik sampai dengan postmodern telah memberikan sumbangan tak ternilai untuk kelangsungan kehidupan manusia. Masa kejayaan dinasti Abbasiyah sendiri tidak lepas dari campur tangan filosof-filosof hebat. Misalnya, Ibnu Rusyd, Ibnu Shina, Ibnu Khaldun, Ibnu Razi, al-Ghazali, dan masih banyak lagi. Karena dengan filsafat, manusia mampu menemukan hal yang awalnya tidak mungkin menjadi mungkin. Filsafat merupakan metode berfikir secara radikal dan sistematis yang melahirkan berbagai disiplin pengetahuan. Di masa dinasti Abbasiyah, para filosof Islam berhasil melahirkan temuan-temuan baru dalam bidang sains, dan teknologi. Sehingga nama-nama mereka masyhur sampai ke daratan Eropa. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Islam adalah kiblat pengetahuan dunia pada waktu itu. Namun di kalangan pesantren, filsafat kurang begitu populer. Ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa filsafat selalu menyesatkan pemikiran agama. Hal ini tentu saja tidak sepenuhnya benar dan tidak pula sepenunya salah. Memang, al-Ghazali dalam kitabnya Tahafuth al-Falasifah membatasi filsafat dalam dimensi ketuhanan. Namun, perlu diketahui juga bahwa filsafat tidak hanya berkutat tentang masalah ketuhanan. Karena objek filsafat secara umum ada tiga macam. Yaitu ketuhanan (teologis), alam (kosmologis) dan manusia (antropologis). Jadi, meskipun tidak berfilsafat dalam wilayah sakral, setidaknya santri-santri bisa berfilsafat dalam wilayah profan, yakni alam dan manusia. Kesimpulannya, tidak ada alasan bagi santri untuk tidak berfilsafat. Oleh karena itu, pembelajaran filsafat untuk santri harus sesegera mungkin diselenggarakan. Untuk mencapai tujuan ini tentunya tidak lepas dari kendala. Filsafat merupakan jenis keilmuan non agamis, jadi sangat tidak mungkin dimasukkan dalam kurikulum pesantren. Oleh karena itu diperlukan trik-trik khusus agar filsafat dapat diterima di pesantren, salah satunya adalah dengan menjadikan nahwu sebagai objek filsafat. Hal ini sangat mungkin, karena pada dasarnya ada persamaan mendasar antara nahwu dengan filsafat, yaitu menggunakan penalaran. Al-Jabiri dalam kitabnya Takwin al-Aql al-Araby mengatakan “Jika filsafat adalah mukjizat bagi bangsa Yunani, maka tata bahasa adalah mukjizat bagi bangsa Arab”. Dengan filsafat, pengetahuan yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Dengan nahwu, pengetahuan yang awalnya belum dipahami menjadi terberdaya. Menurut penulis, nahwu harus “berselingkuh” dengan filsafat, meninggalkan sharaf. Sehingga dua mukjizat ini bisa bersinergi untuk menghasilkan pengetahuan baru dengan cara yang berbeda.

* Nahwu feat Filsafat *

Unsur pokok dalam nahwu adalah Isim, Fi’il dan Huruf. Karena ketiganya merupakan hal pertama yang ditetapkan dan disepakati di awal peletakan nahwu. Maka, ketiga kalimat inilah yang menjadi pondasi pokok agenda realisasi nahwu sebagai objek filsafat. Dalam kategori derajat, Isim menempati urutan teratas, karena Isim bisa membentuk kalam tanpa adanya Fi’il dan Huruf. Isim adalah kalimat yang independen. Isim juga merupakan kalimat yang Qiyamuhu qinafsihi. Fakta lain, isim tidak terikat dengan waktu. Dan sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh Allah, sehingga dapat disimpulkan bahwa Isim adalah bentuk dari filsafat ketuhanan. Sedangkan Fi’il menempati urutan kedua. Ini disebabkan karena Fi’il tidak bisa membentuk kalam sendirian tanpa adanya Isim. Ketiadaan isim berarti ketiadaan jumlah fi’liyah. Sebab lain, kalimat Fi’il merupakan cetakan dari Isim (mashdar). Fi’il juga terikat dengan waktu, sangat berbeda dengan Isim. Jika kita berfikir secara mendalam (radikal), maka kita akan sampai kepada satu kesimpulan bahwa substansi Fi’il ada dalam alam. Karena alam tidak bisa berdiri sendiri. Alam juga merupakan hasil ciptaan Allah sang maha kuasa. Alam terikat dengan waktu sedangkan tuhan tidak. Adanya alam merupakan bentuk representasi bagi eksistensi tuhan. Fi’il merupakan simbol dari filsafat alam. Yang terakhir adalah Huruf. Kalimat ini paling rendah derajatnya. Karena Huruf tidak bisa membentuk kalam tanpa adanya Isim dan Fi’il. Bahkan tanpa adanya kalimat lain, makna aslinya tidak bisa ditentukan. Sama halnya dengan manusia, yang eksistensinya akan dipertanyakan tanpa adanya tuhan dan alam. Jenis terakhir adalah filsafat kemanusiaan. Harapan Manusia tidak bisa mengukur keberadaan tuhan lewat dzat. Namun manusia bisa berfikir lewat ciptaannya untuk menemukan keberadaan tuhan. Nahwu bisa dijadikan argumentasi atas keberadaan tuhan, meski dalam wilayah sendiri. Isim, Fi’il dan Huruf merupakan sebuah gambaran kehidupan, dimana satu sama lain saling berkaitan dan tak terpisahkan. Penjelasan di atas hanya sebuah pengantar, dan belum mewakili secara keseluruhan. Dengan menjadikan nahwu sebagai objek filsafat, selain akan melahirkan istilah baru, juga akan membuat santri lebih antusias dan tidak cepat bosan dengan materi nahwu yang disampaikan, serta media untuk memperkuat iman kita kepada allah SWT. Berangkat dari sini, semoga pesantren bisa melahirkan kader-kader intelektual agamis yang mampu mengembalikan kejayaan Islam yang sekarang direbut bangsa barat. Tentu untuk merealisasikan hal tersebut tidaklah mudah. Namun, dengan kemauan yang keras, apapun bisa dilakukan. Harapan penulis adalah pesantren mampu menelurkan kader ummat layaknya Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Ibnu Shina, dan al-Ghazali, yang sampai sekarang belum terwujud. Tasawuf yes, filsafat yes. Wallahu a’lam bi al-Shawab. 

* Alumni pesantren al-Anwar Sarang Rembang

Memahami Nahwu Dengan Pendekatan Filsafat. Bab 2

Warta Nasional Daerah Internasional Keislaman Ubudiyah Syariah Bahtsul Masail Khotbah Hikmah Taushiyah Doa Tokoh Fragmen Pesantren Opini Seni Budaya Puisi Cerpen Risalah Redaksi Wawancara Pustaka Humor Pendidikan Islam Quote Islami Kajian Keagamaan Tentang NU Share M ABUL FADLOL AF* 

Memahami Nahwu dengan Pendekatan Filsafat 2

Mahbib, NU Online | Senin, 15 Juli 2013 09:00

 Bahasa Arab adalah bahasa yang spesial. Sebab, dari beribu-ribu bahasa yang ada, ia terpilih sebagai wadah dari wahyu Tuhan yang terakhir bernama al-Qur’an. Tingkat sastra yang sangat tinggi juga menjadikan bahasa Arab dalam al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar bagi Muhamad.<> Terpilihnya bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an awalnya memang hak preogratif Tuhan. Namun lebih dari itu, hikmah terpilihnya Arab sebagai bahasa mukjizat adalah karena ia memiliki kualitas yang lebih dibanding bahasa-bahasa lainnya. Selain karena ia kaya kosakata dalam satu kata, juga karena gramatikalnya (Nahwu-Sharaf) memilki nilai intelektual yang luar biasa. Bila dikaji secara radikal (mendalam), setiap tata letak dalam Nahwu memiliki nilai-nilai kehidupan yang luhur dan ini bukanlah kesengajaan linguistik, melainkan sebuah kesengajaan Ilahiyah. Akan tetapi, nilai-nilai tersebut tidak akan nampak bila tidak dibedah dengan Filsafat. Karena fakta selama ini, penggunaan Nahwu di mayoritas (90%) Pesantren hanyalah alat untuk membaca kitab kuning, tidak lebih. Belum ada pembacaan baru yang lebih segar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembacaan baru yang bersifat sinergis. Disinilah urgensi sebuah kalimat “apa jadinya Arab tanpa Yunani”. Dalam sejarahnya, Pesantren merupakan lembaga pendidikan hasil akulturasi dari budaya Hindu-Budha. Budaya merupakan istilah yang dinamis dan fleksibel sesuai konteks zaman. Namun Pesantren tampil sebagai produk warisan budaya yang statis, khususnya dalam pengembangan wacana intelektualitas. Kekhawatiran akan tergerusnya Pesantren oleh budaya-budaya lain yang lebih modern pun menjadi relevan sampai Pesantren melakukan sebuah perubahan. Perubahan ini tentu dalam rangka “Hifdzu ad-Din”, dan begitulah esensi dari Istishlah atau Mashlahah Mursalah yang kembalinya juga kepada Maqasid asy-Syar’i. Mempertahankan jati diri itu wajib, namun menerima sesuatu yang baik untuk menuju masa depan yang lebih baik juga sebuah kewajiban, Neo-Pesantren. Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan lalu dengan judul yang sama, sebagai bentuk konskuensi kontinuitas atas wacana Pesantren yang telah penulis buka dan diharapkan akan teraktualiasasi, sehingga tidak hanya menjadi gumpalan ide tak berguna. Kritik dan saran atas semua ini sangat diperlukan untuk membangun wajah intelektual Pesantren baru yang lebih maju. 

* Legimitasi Syar’i *

 Pada pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan, Filsafat Nahwu terbagi menjadi tiga. Yaitu Filsafat Isim (Theologi), Filsafat Fi’il (Kosmologi) dan Filsafat Huruf (Antropologi). Namun sebelum dilanjutkan, ada permasalahan tentang Filsafat Isim (Theologi) yang harus diselesaikan. Pasalnya, dalam Pesantren, ketika istilah Filsafat dan rasionalitas ini disandarkan kepada Tuhan atau hal-hal yang bersifat transenden, adalah hal yang dinilai membahayakan akidah. Jika dari awal Filsafat sudah mendapatkan label “haram” dari Pesantren, maka sampai kapanpun Filsafat akan dijauhi oleh para santri. Biasanya, dalil pengharaman Filsafat Isim adalah sebuah hadits, “Tafakkaruu fi khalqillah wa la tatafakkaruu fillah” (Berfikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berfikir tentang Allah). Secara kontekstual, hadits tersebut memiliki objek khusus, hadits ini diucapkan Nabi kepada nenek-nenek yang bertanya kepada Nabi tentang “bagaiamana Tuhan itu?”. Karena yang bertanya adalah seorang tua renta, maka Nabi melarangnya untuk memfikirkan Allah dan hanya menganjurkanya melihat ciptaan-Nya. Jika saja yang bertanya adalah kalangan yang masih memiliki daya nalar tinggi, maka jawaban Nabi mungkin akan berbeda. Jadi hadits tersebut memiliki objek yang khusus dan tidak tepat diterapkan secara universal. Argumen diatas bisa diterima, sebab, memang Nabi sering menjawab dengan melihat konteks. Hal ini bisa dilihat dalam literatur hadits lain. Dalam studi hadits, kita akan menemukan pertanyaan sama namun dengan jawaban yang berbeda. Misalnya “Ayyul a’mal afdlol?”, pertanyaan ini ada banyak sekali dalam hadits, namun jawaban yang diberikan Nabi berbeda-beda. Jawaban tersebut ada “as-Shalah ‘ala waqtiha” namun ada juga jawaban “Jihad fi sabilillah” dan lain sebagainya. Perbedaan jawaban Nabi tersebut tentu melihat perbedaan konteks yang ada. Jadi, Nabi tidak pernah secara mutlak dan eksplisit melarang ummatnya memfilsafatkankan Tuhan. Karena pada dasarnya adalah Al-Ashlu fi al-Asyya’ al-Ibahah hatta yadulla ‘ala at-Tahrim. (Hukum asal segala sesuatu itu boleh, sampai ada sesuatu yang mengharamkanya). Larangan memfilsafati Tuhan, tersirat makna “tidak ada gunanya”, karena akal manusia tentu tidak bisa menjangkaunya. Namun Filsafat Isim bukan yang demikian. Filsafat jenis ini mencoba membuktikan eksistensi Tuhan lewat rasionalitas Nahwu. Istilah “pembuktian” bukan berarti tidak percaya, namun hanya istilah untuk “meracik” iman yang lebih “sedap” dan mantap. Jadi, ini bukan sebuah upaya untuk mengimajinasikan bentuk Tuhan. Jika Filsafat Isim disini dipahami upaya “Tajsim”, maka dari awal hukumnya adalah mustahil. Karena, Tuhan di mata manusia (termasuk Nabi) adalah dzat yang abstrak dan tidak bisa dirasionalkan. Definsi kecil dari Filsafat sendiri adalah berfikir radikal (mendalam) secara sistematik sehingga melahirkan jawaban yang benar. Jika Filsafat merambah pembahasan jisim Tuhan, maka namanya bukan Filsafat, tapi Ngawurisme. Sebab, tidak ada tendensi apapun di dunia ini yang sistematik untuk mengungkapkan jisim Tuhan. Sedangkan Filsafat Isim adalah Filsafat Islami, tentu akan bermuara kepada al-Qur’an dan as-Sunnah (Laisa kamitslihi syai’). Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Filsafat adalah sebagian dari iman. Iman adalah At-Tashdiq bi al-Qalbi (pembenaran dalam hati). Tiap manusia memiliki kualitas iman yang berbeda, perbedaan itu disebabkan dari perbedaan proses tiap individu dalam memperoleh iman itu sendiri. Proses tersebut beragam. Pertama, iman yang terbentuk dari kebudayaan (Nasab/Taqlid). Kedua, terbentuknya iman karena empiris, baik karena proses pencarian dalam belajar (Naqly) atau melalui perjalanan kontemplasi spiritual, seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Iman yang paling lemah adalah dari proses Nasabiyah atau Taqlidiyah. Sebab, jika definisi iman adalah pembenaran hati, maka iman Nasabiyah dan Taqlidiyah sangat jauh dari ideal definisi iman. Istilah agama warisan mungkin ada, tapi tidak untuk “iman warisan”. Para pendiri Madzhab “resmi” Aswaja pun menyatakan ketidakbolehan taklid buta, apalagi dalam konteks iman kepada Tuhan. Sedangkan kualitas iman yang lebih tinggi adalah hasil dari proses pencarian dalam belajar (Naqly) yang didukung oleh renungan Spiritual yang rasional (Filsafat). Jadi, memfilsafati Tuhan berguna untuk membentuk “pembenaran hati” yang benar-benar “benar” terhadap Tuhan. Oleh karena itu, sah-sah saja bila Filsafat dianggap sebagai Jembatan menuju dunia Sufi dalam tangga iman tertinggi. Dari kisah Nabi Ibrahim seharusnya bisa diambil hikmahnya, atau dari kisah Aristoteles (Filsuf Yunani) yang menemukan eksistensi Tuhan dengan Filsafat meski dengan nama “Prima Kausa”. Hanya saja Tuhan para Nabi dengan Tuhan para Filsuf itu berbeda. Tuhan para Nabi mewajibkan diri untuk disembah dan memberlakukan “undang-undang” kehidupan dan hal tersebut tidak berlaku kepada Tuhannya para Filsuf. Meskipun berbeda, Ibrahim-Aristo jangan dianggap sebuah garis oposisi yang tidak bisa disatukan, namun harus dianggap sebagai koalisi Theologi-Filsafat dalam rangka menciptakan peradaban baru. Sebab, peradaban yang baik terbentuk dari kepercayaan yang baik, dan kepercayaan yang baik adalah yang dasar-dasarnya baik. Dan sebaik-baiknya dasar kepercayaan adalah koalisi Arab-Yunani. Filsafat adalah sesuatu yang wajib diinternalisasikan ke dalam Pesantren. Karena ia adalah hal yang baik dan tidak menghilangkan jati diri dari Pesantren itu sendiri, demi wajah yang baru, segar dan berkarakter. al-Muhafadzotu ‘ala qadimi al-Shalih wal akhdu bi al-Jadidi al-Ashlah. Hanya saja objek yang digunakan adalah Nahwu. Ya, melahirkan satu lagi cabang ilmu Arab adalah keniscayaan, meski ini wacana dalam konteks keindonesiaan. 

 * Bukan Sekedar Mimpi *

 Dulu saya dan teman-teman santri selalu membanggakan keemasan periode klasik dengan segala pencapaiannya, dan kami selalu mengkritik umat islam periode post modern yang pasif dan tidak mampu bersaing dengan peradaban Barat yang sebenarnya capaianya berkat peradaban Islam klasik. Kini penulis sadar, bahwa kritikan itu adalah omong kosong sampai kami mampu untuk mencapai peradaban yang setara atau yang melampaui zamannya. Disini kita berbicara masa depan Pesantren. Membincangkan masa depan tersirat usaha menciptakan kondisi yang lebih baik dari masa sekarang dan masa lalu. Namun, membahas masa depan tidak akan lepas dari masa lalu dan sekarang, sebab, ketiga masa itu adalah sebuah kausalitas ruang-waktu dan sebab-akibat yang tidak akan terputus. Karena tidak mungkin ada masa sekarang tanpa adanya masa lalu dan mustahil ada masa depan tanpa ada masa sekarang. Saat ini penulis sadar betul, ketika dulu kami menyatakan diri sebagai Fans fanatik al-Ghazali sang Hujjatul Islami, namun kami tidak pernah mau menjadi sepertinya dan hanya bernaung dibawah kebesaran namanya. Sejatinya al-Ghazali bukan hanya seorang Sufi, tapi jauh sebelum itu ia adalah seorang Filsuf yang melampaui zamannya. Dalam kisahnya, Filsafatlah yang memproses al-Ghazali sampai akhirnya ia menggeluti dunia ketasawwufan. Dan hal ini berlaku juga terhadap capaian pada masa Dinasti Abbasyiah. Sebenarnya, men-status-kan diri sebagai fans al-Ghazali bukanlah hal yang sepenuhnya baik. Karena Idealnya, al-Ghazali harusnya dianggap sebagai “Rival intelektual” yang harus dilampaui dan bukan hanya diidolakan atau dipuja saja. Tapi ini sulit, karena bagaimana mungkin bisa melampaui al-Ghazali? Jika menjadi setara denganya saja tidak bisa? Bagaimana mungkin bisa menjadi setara, berproses sepertinya saja tidak mau dan tidak mampu? Jika saja paradigma Pesantren yang identik dengan “Fans” ini diganti dengan “Rival”, maka diperkirakan akan lahir Ghazali-Ghazali kecil yang mampu menciptakan peradaban setingkat atau bertingkat-tingkat lebih tinggi dari zaman al-Ghazali sendiri. Pesantren harus bisa menjadi wadah representasi dari semangat al-Hanifiyah al-Samhah (semangat mencari kebenaran yang ideal). Nah, pada dasarnya materi pembangunan masa depan adalah dengan batu-bata hikmah masa lalu. Jika pencapaian Islam klasik adalah dengan Filsafat, maka Islam post modern harus dibangun dengan Filsafat pula, untuk menjadi peradaban yang setara dan sebagai langkah awal untuk melampaui zamannya. Santri boleh saja bersarung, berbaju koko, berpeci dan bersiwak, namun isi otak harus tetap berkarakter dan penuh kebijaksanaan (Filsafat). Pesantren harus di-Mu’rob-kan, agar ia bisa selalu dinamis saat berbagai ‘aamil masuk kedalamnya. 

Bismillah, wujudkan revolusi. Wallahu Yaf’alu Ma Yurid, Wannasu Yad’u Ma Tasya’. 

 * Alumni Ponpes al-Anwar Sarang; Mahasiswa Tafsir-Hadits UIN Walisongo Semarang

Sabtu, 08 Oktober 2016

Mengenal Mushaf Al-Qur’an Tertua di Dunia & SEJARAH PERCETAKAN Al-QUR'AN

                                JILID I


Kitab Suci Al-Qur’an yang kita kenal saat ini, pada awalnya tidaklah berbentuk sebuah kitab, namun di tulis di atas berbagai media alamiah seperti kulit unta, tulang dan sebagainya, dan dihafal oleh Rosulullah dan para sahabatnya. Pembukuan Al-Qur’an pertama kali dilakukan dimasa Khalifah Usman Bin Affan r.a, dan masih belum disertai dengan tanda baca seperti yang kita kenal saat ini.


Khalifah Usman bin ‘Affan r.a kemudian mulai melakukan pengiriman mushaf al-Qur’an ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada waktu itu. Ada yang menyebutkan bahwa khalifah Usman membuatnya dalam empat eksemplar, lalu mengirimkan satu eksemplar ke wilayah Kufah, Bashrah dan Syam, lalu menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan tadi) ia mengirimkan juga untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah mushaf itu ada 5 eksemplar.


Semua naskah itu ditulis di atas kertas, kecuali naskah yang dikhususkan ‘Utsman bin ‘Affan r.a untuk dirinya –yang kemudian dikenal juga dengan ­al-Mushaf al-Imam-. Sebagian ulama mengatakan ditulis di atas lembaran kulit rusa. Mushaf-mushaf tersebut oleh para ahli al-Rasm kemudian diberi nama sesuai dengan kawasannya. Naskah yang diperuntukkan untuk Madinah dan Mekkah kemudian dikenal dengan sebutan Mushaf Hijazy, yang diperuntukkan untuk Kufah dan Bashrah disebut sebagai Mushaf ‘Iraqy, dan yang dikirim ke Syam dikenal dengan sebutan Mushaf Syamy.


Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya tentu saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik. Sejak saat ini mushaf Al-Qur’an tersebar ke seluruh penjuru dunia.


Dari edisi terbitan Kitab Suci Al-Qur’an di masa Usman Bin Affan Tersebut, sampai saat ini hanya dua eksemplar yang masih bisa dilacak keberadaanya. Satu eksemplar berada di Tashkent, Uzbekistan dan satu Eksemplar lagi disimpan di Museum Topkapi, Istambul, Turki. Berikut ini kami sajikan beberapa Al-Qur’an tertua yang masih dapat ditemukan hingga saat ini

• Al-Qur'an Tulisan Utsman bin Affan di Tashkent, Uzbekistan (651H)

Mushaf Al-Qur'an tertua di Tashken

Mushaf Al-Qur’an pertama kali di bukukan pada masa khalifah Usman Bin Affan 651 atau 19 tahun setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Beliau membuat lima salinan dan menyebarnya ke berbagai wilayah Islam. salah satu dari Mushaf pertama tersebut kini disimpan di kawasan Hast-Imam, Kota Tashkent, ibukota negara Uzbekistan. Salinan lainnya juga masih tersimpan di Topkapi Palace di Istanbul, Turki.


Al-Qur'an tertulis yang pertama ini sangat berharga sehingga penyimpanannya diletakan dalam sebuah lemari kaca yang menempel ke dinding. Tapi Oleh karena usianya yang sudah ratusan tahun, Al-Qur'an yang ayat-ayatnya ditulis dalam bahasa Hejaz dan ditorehkan diatas kulit rusa ini tidak utuh lagi, hingga kini hanya menyisakan 250 halaman. Lokasi penyimpanan Al-Qur'an ini berdekatan dengan makam ilmuwan dari abad ke-10, Kaffel Sashi. Berada di kawasan bangunan yang menjadi pusat aktivitas Mufti Uzbekistan atau pimpinan keagamaan tertinggi negara. Tidak jauh dari lokasi penyimpanan Al-Qur'an tersebut, terdapat sebuah rumah yang melindungi benda sejarah lainnya, yaitu helai rambut Rasulullah SAW    

          pengakuan dari UNESCO

Sampainya Al-Qur'an dari dinasti pemerintahan Utsman bin Affan ke Tashkent ini sangat luar biasa. Setelah kematian Utsman bin Affan, sebagian orang menyatakan bahwa Al-Qur'an ini dibawa oleh Ali bin Abi Thalib ke Kuffah atau yang sekarang dikenal sebagai Irak. Tujuh ratus tahun kemudian, ketika Tamerlane (penakluk kawasan Asia Tengah) datang ke daerah ini, ia menemukan Al-Qur'an ini dan membawanya ke ibu kotanya di Samarkand, Al-Qur'an ini berada di Samarkand lebih dari empat abad, hingga orang Rusia menaklukan kota ini pada tahun 1868.


Saat itu, Gubernur Rusia mengirimkan Al-Qur'an ini ke St Petersburg dimana Al-Qur'an ini kemudian di simpan di perpustakaan kerajaan. Namun setelah pecahnya revolusi Bolshevik, Lenin yang sangat bernafsu menguasai daerah umat Islam mengirimkan Al-Qur'an ini ke Ufa atau yang kemudian dikenal sebagai Bashkortostan. Namun akhirnya, setelah berulang kali diminta oleh Muslim Tashkent, Al-Qur'an ini akhirnya kembali lagi ke Asia Tengah pada tahun 1924. Sejak saat itulah, Al-Qur'an ini ditempatkan di Tashkent dan berlangsung hingga saat ini. Sejak awal keberadaannya, Al-Qur'an ini telah menarik perhatian banyak orang termasuk petinggi umat Islam untuk mengunjunginya

• Al Quran Tertua di University of Tübingen, Jerman (642M – 662M)

Mushaf koleksi Universitas Tübingen

Peneliti di University of Tübingen di Jerman kini tengah meneliti sebuah Al Quran tulisan tangan. Disebutkan bahwa Quran tersebut berasal dari masa-masa awal pertumbuhan agama Islam. Deutsche Welle melaporkan kopi Al Quran itu tiba di perpustakaan universitas itu pada tahun 1864. Tadinya Al Quran ini koleksi pribadi Konsul Prusia Johann Gottfied Fitz Stein sebelum dibeli University of Tübingen.


Dari penelitian yang dilakukan, Al Quran itu ditulis sekitar 20 hingga 40 tahun setelah Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya hijrah dari Mekkah ke Madinah di tahun 622 Masehi. Menurut jurubicara universitas, kopi Al Quran tersebut ditulis dalam aksara Kufic, salah satu aksara tertua dalam bahasa Arab. Belum diperoleh informasi lain berkaitan dengan penelitian itu, termasuk apakah penelitian ini melibatkan ahli Islamologi atau hanya ahli bahasa dan arkelog.[ii] [iii]Naskah Al-Qur’an ini dapat dibaca

• Al-Quran Tertua di Kota Dhale, Yaman (Tahun 200H / 815M)


Seorang pemuda di Yaman menemukan cetakan al-Quran tertua yang pernah dikenali dalam sebuah gua. Walaupun ditawari ratusan juta rupiah, pemuda ini menolak melepaskan al-Quran tersebut.  pemuda yang tidak disebutkan namanya ini mengaku menemukan al-Quran itu terbungkus sampul kulit di dalam sebuah gua di dalam gunung, sebelah selatan kota Dhale. Dalam halaman pertama Quran ini terdapat tulisan: "Manuskrip ini ditulis tangan pada tahun 200 hijriyah (815 masehi)". Dalam pengujian keaslian, diketahui bahwa manuskrip kitab suci itu asli. Berarti, cetakan al-Quran itu adalah yang tertua yang pernah ditemukan.


Bukti kebenaran penanggalan bisa dilihat dari jenis tulisan yang digunakan. Dalam al-Quran ini tidak ada titik-titik yang terdapat dalam abjad Arab masa kini. Tulisan dalam al-Quran ini adalah tulisan Arab lama. Titik-titik baru ditambahkan pada beberapa abad berikutnya untuk membedakan huruf yang hampir sama. Pemuda ini pernah ditawari uang sebesar 12 juta riyal Yaman atau sekitar Rp538 juta namun menolaknya dan memutuskan untuk tetap menyimpannya. Selain menemukan al-Quran tertua itu, pemuda ini juga dilaporkan menemukan pedang Zulfikar, yang merupakan hadiah dari Nabi Muhammad SAW untuk khalifah Islam keempat Ali bin Abi Talib yang juga merupakan menantunya.[iv]

• Manuskrip Sana’a, Yaman (645-690M)

mushaf Sana'a, Yaman

Manuskrip Sana'a, ditemukan di Yaman pada tahun 1972 secara tidak sengaja oleh pekerja bangunan yang merenovasi dinding loteng Masjid Agung Sana’a. Mereka tidak menyadari apa yang mereka temukan dan mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut, dan memasukkannya ke dalam 20 karung kentang, kemudian meninggalkannya di salah satu tangga menara Masjid. Penelitian terhadap manuskrip tersebut baru dilakukan pada tahun 1979 oleh para ilmuwan Jerman.


Hasil penelitian dengan test karbon terhadap manuskrip tersebut justru membingunkan. Tes karbon-14 menunjukkan beberapa perkamen berasal dari tahun 645-690 sesudah masehi. Periode ini cukup panjang, terutama jika perkamen itu digunakan ulang, yang wajar dilakukan pada zaman dahulu. Sedangkan kaligrafinya berasal dari tahun 710-715 sesudah masehi. Artinya bahwa jenis kaligrafi yang digunakan pada manuskrip tersebut justru lebih muda dari usia manuskripnya sendiri. Walaupun teks tersebut bertanggalkan hingga dua dekade awal pada abad 8 (kira-kira 70 tahun setelah kematian Nabi Muhammad), tes dengan karbon-14 menunjukan beberapa perkamen dalam kumpulan ini sudah ada sejak abad 7 dan 8. Seluruh manuskrip tersebut kini sudah dibersihkann, diurutkan, dan ditata. Dan disimpan di Perpustakaan manuskrip Yaman   

• Manuskrip Al-Qur’an Dong Xian, China (abad ke 8-13M)

mushaf tertua di Cina

Sebuah manuskrip kuno al-Quran ditemukan kota Dong Xian, Provinsi Gansu, Cina utara. manuskrip kuno ini merupakan al-Quran yang terbit pada abad 11M. Petugas Warisan Budaya Provinsi Gansu menyatakan bahwa Quran setebal 536 halaman ini ditulis di atas kertas Samarqand. Berdasarkan dokumen yang ada, manuskrip al-Quran ini dibawa dari kota Samarqand, Uzbekistan ke Cina pada Abad 14M.


Manuskrip tua ini disebut-sebut sebagai manuskrip al-Quran tertua yang ditemukan hingga kini, karena para arkeolog menyatakan bahwa manuskrip tua berasal dari abad 8-13 M. Bahkan berdasarkan penelitian terhadap kaligrafi dan dekorasi manuskrip ini, ada sejumlah pakar yang menyatakan bahwa manuskrip tersebut berasal dari abad 9M.[vi]               


• Al Qur’an Tertua di Alor, NTT, Indonesia

Alqur’an tertua ini menjadi salah satu bukti masuknya Islam ke Kabupaten Alor, Nusa Tengga Timur.  Al-Qur’an tersebut berasal dari Kesultanan Ternate pada masa Kesultanan Babullah V sekitar tahun 1519 masehi. Dibawa oleh Lang Gogo bersama empat saudaranya yang merantau untuk menyebarkan Islam. Al Quran tersebut terbuat dari kulit kayu.


Saat ini Al Quran tersebut disimpan oleh Saleh Panggo Gogo yang merupakan generasi ke-13 keturunan Iang Gogo dari kesultanan Tarnate di desa Desa Lerabaing, Alor, NTT. Pada Festival Legu Gam di Tarnate pada tahun 2011, Al quran tertua ini didatangkan khusus oleh Sultan Tarnate dari Alor.[viii]

Referensi :

[i] Al-Qur'an Tertua Tulisan Utsman bin Affan Ada di Tashkent

[ii] Al Quran Tertua Ditemukan di Jerman!

[iii] Naskah tertua Al-Qur'an telah ditemukan!

[iv] al-quran-tertua-ditemukan-di-gua-yaman

[v] Wikipedia – manuskrip sana’a

[vi] Ditemukan di Cina, Manuskrip Kuno Qur'an Tertua

[vii] Al-qur’an Tertua di Bone Berbahan Kulit Unta

[viii] Jangan Heran, Al Qur’an Tertua di Asia ada di Alor-NTT

                               JILID II

Al-Quran telah ditulis sejak pertama kali turun.
Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris pribadi yang kerjanya melulu hanya menulis Al-Quran. Mereka adalah para penulis wahyu dari kalangan sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhum. Bila suatu ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah

Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Tabit, "Kami menyusun Qur'an di hadapan Rasulullah pada kulit binatang."

Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan

Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, di antara mereka yang disebutkan di atas.

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan di atas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra' dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzul-nya (turun), tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu.

Andaikata pada masa Nabi SAWQur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Az-zarkasyi berkata, "Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, "Rasulullah SAW telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.

Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar radhiyalahu 'anhum.

Metode yang digunakan untuk menyusun Al-Quran adalah metode wahyu dari langit. Sebab setiap ada ayat yang turun, Rasulullah SAW selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, beliau juga menjelaskan tata letak ayat tersebut di dalam Al-Quran

dibukukan pertama kali dalam bentuk cetakan (1537) --- Vatican
http://www.ox.ac.uk/images/photogallery/...

dibukuan menurut edisi mesir (1924) ada di mesir..
http://answering-christianity.com/quran/...

                           JILID III

Sejarah mencatat bahwa pada masa Nabi Muhammad saw. al-Qur’ân ditulis di atas pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang dan alat-alat lainnya yang bisa dijadikan sebagai tempat menulis. Itupun ditulis dengan tangan para penulis wahyu pada saat itu. Selain terpelihara dengan tulisan, al-Qur’ân juga terpelihara melalui hafalan para sahabat. Bagi kalangan bangsa Arab menghafal merupakan suatu hal yang membudaya, bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang mendarah daging pada diri mereka. Sehingga menghafal dianggap sebagai suatu kebiasaan yang diwariskan secara turun temurundari nenek moyang mereka. Ini bisa dilihat dari silsilah keturunan mereka, mereka bisa menghafal silsilah keturunan sampai ke nenek moyang terakhir. Itulah salah satu sebab terpeliharanya al-Qur’ân secara mutawâtir yang bisa sampai kepada kita sampai sekarang.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pada masa Nabi Saw. alat yang digunakan untuk memperbanyak al-Qur’ân sangatlah minim dan sederhana. Pada abad-abad berikutnya muncullah beberapa penulis al-Qur’ân dengan tulisan yang indah. Tulisan indah ini dihasilkan oleh beberapa ahli kaligrafi yang memiliki kemampuan dalam hal itu. Salah satu penemuan baru dalam penulisan al-Qur’ân adalah dengan adanya peralihan khat (tulisan). Menurut M. Hadi Ma’rifah, sebagaiman dikutip Prof. Dr. HA. Athaillah bahwa penulisan mushaf al-Qur’ân dengan khat kûfî berakhir pada abad ke-3 H. Kemudian pada awal abad ke-4 H khat kûfî diganti dengan khat naskhî yang indah. Kaligrafer yang pertama kali menulis mushaf dengan khat naskhî adalah Muhammad bin Ali bin Husain bin Miqlah (272-328 H). Khat naskhî mencapai puncaknya di tangan Yâqût bin Abdillah al-Maushûlî (w. 689 H). Penulisan mushaf dengan sistem khat Yâqût berlangsung hingga abad ke-11 H. Setelah beberapa abad kemudian lahirlah percetekan al-Qur’ân

• Percetakan al-Qur’ân.

Percetakan al-Qur’ân dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M)dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang). Percetakan al-Qur’ân yang terjadi dibarat tidak terlepas dari peran penerjemahan. Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan al-Qur’ân yang pertama adalah dengan bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143 M. dengan penerbitnya Bibliander

• Percetakan Awal al-Qur’ân

Al-Qur’ân pertama kali dicetak dan diterbitkan di Venice (Venisia) sekitar tahun 1530 M. kemudian di Basel pada tahun 1543 M, tetapi setelah beberapa percetakan itu dihancurkan atas perintah para penguasa gereja. Orang yang pertama kali mencetak al-Qur’ân adalah Paganino dan Alessandro Paganini – sekitar tahun 1537 atau 1538 M. Namun sayang sekali cetakan yang telah dicetak keduanya tidak diketahui keberadaannya. Salah seorang sarjana Itali, yakni Angelina Nouvo menemukan photo Copy al-Qur’ân yang pernah dicetak di Venisia. Photo Cory tersebut ditemukan di Isola – Venisia – tepatnya di perpustakaan Fransiscan Friars of San Michele.

Percetakan yang dilakukan Paganino dan Paganini ini bertujuan untuk dieekspor ke kerajaan Turki Utsmani. Tetapi orang-orang Turki Utsmani tidak mau menerima al-Qur’ân tersebut karena:

1. Orang Turki Utsmani meyakini bahwa Al-Qur’ân adalah kitab suci yang tidak boleh dipegang oleh orang-orang kafir – non muslim – seperti Paganino dan Paganini. Menurut Jean Bodin (1530-1596 M) dalam bukunya “Colloquium Heptaplomeres”, bahwa orang-orang Turki Utsmani memotong tangan kanan Alessandro Paganini dan merusak seluruh cetakannya.
2. Al-Qur’ân yang dicetak di Venisia memiliki banyak kekurangan dan kesalahan yang bisa mengurangi – bahkan merusak – makna al-Qur’ân

• Percetakan al-Qur’ân di Jerman

Percetakan ini dilakukan di Hamburg pada tahun 1694 M. oleh Abraham Hinckelmann. Empat tahun kemudian Ludovico Maracci mencetak edisi teks Arab dengan terjemah bahasa Latin.LudovisiGustav Flugel – dengan edisi Arab – yang mencetak secara khusus di Leifzig pada tahun 1834 M.Lalu diikuti dengan cetakan berikutnya pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893 M. Edisi ini banyak diikuti oleh sarjana Barat setelah perang dunia I.

• Percetakan al-Qur’ân di St. Petersburg

Ini dilakukan karena mendapat perlindungan dari ratu Catherine II, dimulai pada tahun 1787, 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798 M. Sedangkan percetakan al-Qur’ân di Volga – kota Kazan – terjadi perbedaan pendapat tentang tahunnya. Menurut Sarkîs, hal itu pertama kali terjadi pada tahun 1801 M. sedangkan menurut Schnurrer, itu terjadi pada tahun 1803 M. Sejak tahun 1842 M. percetakan St. Petersburgmencetak mushaf dengan model yang bervariasi. Sehingga pada tahun 1905 M. percetakan ini mengeluarkan mushaf dengan bentuk format yang besar dengan tujuan untuk diperlihatkan kepada pemerintah pada waktu itu

• Percetakan al-Qur’ân di London (Inggris)

Terjadi pada tahun1833 M. kemudian pada tahun 1871 dan 1875 M. Bahkan mushaf yang ada di Perpustakaan Universitas Harvad merupakan mushaf cetakan London edisi tahun 1845 dan 1848 M.

• Percetakan al-Qur’ân di Bobay (India)

Cetakan di Bombay ini dimulai pada tahun 1852, 1865, 1869, 1875, 1881, 1883, 1891 dan 1897 M. Percetakan ini pertama kali disebarkan pada tahun 1856 dan 1857. Sedangkan cetakan Bombay dengan memakai pengantar bahasa persia dan disertai dilakukan oleh Muhammad Ali Qashânî. Percetakan Calcutta yang disertai dengan tafsîr al-Zamakhsyarî diproduksi oleh William Nassau Lees, Abdul Hayyi dan Khaddâm Husain

• Percetakan al-Qur’ân di Kairo (Mesir)

Menurut Sarkîs, al-Qur’ân dicetak di Kairo terjadi pada tahun 1864 M., kemudian pada tahun 1866, 1881 dan 1886 M.

• Percetakan al-Qur’ân di Turki

Dimulai pada tahun 1872, 1886, 1889 dan 1904 M.
          

Selain di negara-negara di atas, di beberapa negara juga mulai ramai percetakan al-Qur’ân. Seperti di Iran (1828 M), Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya termasuk di Indonesia yang diawasi oleh Kementerian Agama. Selain dicetak, mushaf atau naskah al-Qur’ân yang autentik dari masa khalifah Utsmân juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia), musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir).[2]

[1]H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet-I, 2011), hlm. 329.
[2]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372

                          JILID IV

Karya Alumni S2 IIQ Jakarta: “Sejarah Pencetakan al-Qur’an”

Informasi tentang sejarah pencetakan al-Qur’an masih minim dan simpang siur. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus untuk merekonstruksi sejarah pencetakan al-Qur’an yang objektif dan nir-bias. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri bagi sejarawan muslim dan pengkaji al-Qur’an

Pada tahun 2004, sarjana-sarjana pengkaji al-Qur’an di Jerman dan Netherland telah menjawab ‘PR’ tersebut. Penerbit IDC, penerbit akademis buku-buku sumber yang jarang di Leiden telah me-launching hasil penelitian koleksi-koleksi al-Qur’an yang dicetak di Barat pada tahun 1537-1857 M. Penelitian tersebut dibukukan dengan judul Early Printed Korans: The Dissemination of the Koran in the West, yang diedit oleh Hartmut Bobzin dan August den Hollander. Buku ini memberikan informasi yang lebih tentang sejarah pencetakan al-Qur’an awal yang cukup comprehensif dan terhitung baru. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya bias-bias kepentingan

Selain buku tersebut, Encyclopaedia of the Qur’an (Brill: Leiden-Boston, 2004) yang di-chief-editor-i oleh Jane Dammen McAuliffe, juga memberikan informasi yang cukup memuaskan tentang sejarah pencetakan al-Qur’an, terutama di entri Printing of the Qur’an yang ditulis oleh Michael W. Albin dan beberapa entri lainnya terkait dengan pencetakan al-Qur’an seperti Qur’an and Media.

Tulisan ini mencoba merangkum sejarah pencetakan al-Qur’an untuk pembaca dengan mengacu pada terutama kedua referensi tersebut dan referensi sekunder lainnya
Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan 9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya cetakan tersebut musnahkan.

Namun informasi lain menyatakan bahwa lain. Konon, cetakan al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Bayazid II (1447 atau 8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut

Pelarangan peredaran al-Qur’an sudah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, al-Qur’an boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan atas kebenaran isi al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah al-Qur’an. Terjemah al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada 1543 M.

Terjemahan al-Qur’an bahasa Latin dipersiapkan di Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh seorang native Arab dan diedit oleh teolog Zurich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari tiga bagian: al-Qur’an itu sendiri; sejumlah pembuktian kesalahan al-Qur’an oleh sarjana terkemuka; dan sejarah Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak ulang pada 1550 M.

Ada juga cetakan-cetakan bagian al-Qur’an, yakni Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas Epernius (1584-1624) pada 1617 di Leiden. Awalnya Surah Yusuf dijadikan sebagai bahan latihan untuk pelajaran bahasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah mendidirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian type’, sebuah landmark dalam sejarah tipografi Eropa tentang Arab
Pencetakan al-Qur’an berikutnya dilakukan di Hamburg pada 1694 oleh Abraham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar dengan bahasa Latin. Empat tahun kemudian, yakni 1698, al-Qur’an cetakan edisi lain diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci.

Pada tahun 1701 orientalis Andreas Acoluthus dari Breslau mempublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot al-Qur’an, yang di dalamnya di mencetak Surah Pertama al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia dan Turki.

Pada tahun 1787, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherin II menyuruh agar al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, seperti toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengakses kitab suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798

Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman.

Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani.
Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya. Di kota Volga, Kazan, al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1801 (ada pula yang menyatakan pada tahun 1803). Persia (Iran) mulai mencetak al-Qur’an pada tahun 1838. London pada tahun 1833. India pada tahun 1852, dan Istanbul pada tahun 1872.

Pada tahun 1834, al-Qur’an dicetak di Leipzig dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel. Mungkin cetakan al-Qur’an yang lebih baik tinimbang edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa sebelumnya. Edisi ini dilengkapi dengan concordance (pedoman penggunaan) al-Qur’an yang dikenal dengan Flugel edition. Terjemahan Flugel membentuk fondasi penelitian al-Qur’an modern dan menjadi basis sejumlah terjemahan baru ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893

Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai dengan yang digunakan umat Islam umumnya.
Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai laki kerja percetakan pada 1819 dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).

Namun pencetakan al-Qur’an di Mesir baru dimulai tahun antara 1923-1925. Edisi ini dicetak dengan percetakan modern. Edisi Mesir ini menjadi mushaf standar dimana bacaan al-Qur’an sudah diseragamkan. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Alquran (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memprakarsainya.

Di Asia Tenggara, al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan.

Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960).
Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman).

Mulai abad ke-20 pencetakan al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.

Semenjak edisi Raja Fadh INI, al-Qur’an mulai dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan penambahan keterangan-keterangan lainnya, sebagaimana yang kita temukan sekarang ini.

Sumber: http://forum.kompas.com/bincang-buku/222759-sejarah pencetakan-al-quran-sebuah-buku-untuk-memperkaya-khazanah-kajian-al-quran.html

.....................................................................

Al-Qur'an Tulisan Utsman bin Affan. RA, di Tashkent, Uzbekistan (651H)

Selasa, 27 September 2016

Penemu Komputer Pertama - Charles Babbage


Penemu Komputer Pertama Charles Babbage. Dikenal sebagai salah satu pelopor atau penemu dari dari komputer pertama kali. Charles Babbage merupakan salah seorang ilmuwan di dunia yang tercatat sebagai penemu Komputer Pertama, yang telah banyak memberikan karyanya pada kehidupan manusia, khususnya bidang komputer. Mesin penghitung (Difference Engine no.1) yang ditemukan oleh Charles Babbage (1791-1871) adalah salah satu icon yang paling terkenal dalam sejarah perkembangan komputer dan merupakan kalkulator otomatis pertama. Babbage juga terkenal dengan julukan bapak komputer. The Charles Babbage Foundation memakai namanya untuk menghargai kontribusinya terhadap dunia komputer.
Charles Babbage lahir di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Southwark, London, 26 Desember 1791, anak dari Benjamin Babbage, seorang Banker. Kelebihannya dalam matematika sangat menonjol. Saat memasuki Trinity College di Cambridge tahun 1811, dia mendapati bahwa kemampuan matematikanya jauh lebih baik, bahkan daripada tutornya sendiri.

Di usia 20 tahunan Babbage bekerja sebagai seorang ahli matematika terutama dibidang fungsi kalkulus. Tahun 1816, dia terpilih sebagai anggota "Royal Society" (organisasi sains dan akademis independen Inggris Raya, masih aktif hingga kini) dan memainkan peran penting di yayasan "Astronomical Society" (organisasi Astronomi dan geofisika Inggris raya, masih aktif hingga kini) pada tahun 1820. Pada masa ini Babbage mulai tertarik pada mesin hitung, yang berlanjut hingga akhir hayatnya
Menciptakan Difference Engine Asal Usul Komputer
Tahun 1821 Babbage menciptakan Difference Engine, sebuah mesin yang dapat menyusun Tabel Matematika. Saat melengkapi mesin tersebut di tahun 1832, Babbage mendapatkan ide tentang mesin yang lebih baik, yang akan mampu menyelesaikan tidak hanya satu jenis namun berbagai jenis operasi aritmatika. Mesin ini dinamakan Analytical Engine (1856), yang dimaksudkan sebagai mesin pemanipulasi simbol umum, serta mempunyai beberapa karakteristik dari komputer modern. Diantaranya adalah penggunaan punched card, sebuah unit memori untuk memasukkan angka, dan berbagai elemen dasar komputer lainnya.

Karya Babbage kurang begitu terkenal sampai suatu saat dia bertemu dengan Ada, Countess of Lovelace, anak dari Lord Byron. Babbage mula-mula bertemu ada di sebuah acara tanggal 6 Juni 1833. Sembilan tahun kemudian, Luigi Federico Manabrea (seorang insinyur dari Italia) menjelaskan cara kerja Analytical Engine. Karya ini kemudian diterjemahkan dan ditambahkan notes oleh Ada Lovelace di tahun 1843. Mulai dari saat itu orang mulai mengenal karya Charles Babbage

Difference Engine
Namun sayang, hanya sedikit sisa peninggalan dari prototipe mesin Difference Engine, dikarenakan kebutuhan mesin tersebut melebihi teknologi yang tersedia pada zaman itu. Dan walaupun pekerjaan Babbage dihargai oleh berbagai institusi sains, Pemerintah Inggris menghentikan sementara pendanaan untuk Difference Engine pada tahun 1832, dan akhirnya dihentikan seluruhnya tahun 1842. Demikian pula dengan Difference Engine yang hanya terwujudkan dalam rencana dan desain

Gelar The Lucasian Chair Of Mathematics
Tahun 1828 sampai 1839, Babbage medapat gelar the Lucasian chair of mathematics (gelar professor matematika paling bergengsi di dunia) dari Universitas Cambridge. Selain mesin hitung, Babbage juga memberikan berbagai kontribusi lain. Diantaranya menciptakan sistem pos modern di Inggris, menyusun table asuransi pertama yang dapat diandalkan, menemukan locomotive cowcather (struktur berbentuk segitiga di bagian depan kereta api, yang mampu membersihkan rel dari gangguan) dan beberapa lainnya. Selain itu Babbage juga menyumbangkan ide-idenya di bidang ekonomi dan politik.

Charles Babbage juga seorang ahli cryptanalysis yang berhasil memecahkan vigenere cipher (polyalphabet cipher). Kepandaiannya ini sebetulnya sudah dimilikinya sejak tahun 1854, setelah dia berhasil mengalahkan tantangan Thwaites untuk memecahkan ciphernya. Akan tetapi penemuannya ini tidak dia terbitkan sehingga baru ketahuan di abad 20 ketika para ahli memeriksa notes-notes (tulisan, catatan) Babbage

Dibalik seluruh keberhasilannya, kegagalan dalam pembuatan mesin perhitungan dan kegagalan bantuan pemerintah kepadanya, meninggalkan Babbage dalam kecewaan dan kesedihan di akhir masa hidupnya. Babbage meninggal di rumahnya di London pada tanggal 18 Oktober 1871.

Pengertian Komputer Dan Sejarah Part I

Sejarah komputer
Sejarah komputer mencakup perangkat keras, arsitekturnya, dan pengaruhnya terhadap perangkat lunak.

Pengertian komputer

Komputer adalah alat yang dipakai untuk mengolah data menurut perintah yang telah dirumuskan. Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmetika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah aritmetika, tetapi komputer modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.

Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu informasi berdasarkan program dan data yang ada. Adapun komponen komputer adalah meliputi : Layar Monitor, CPU, Keyboard, Mouse dan Printer (sbg pelengkap). Tanpa printer komputer tetap dapat melakukan tugasnya sebagai pengolah data, namun sebatas terlihat dilayar monitor belum dalam bentuk print out (kertas).
Dalam definisi seperti itu terdapat alat seperti slide rule, jenis kalkulator mekanik mulai dari abakus dan seterusnya, sampai semua komputer elektronik yang kontemporer. Istilah lebih baik yang cocok untuk arti luas seperti "komputer" adalah "yang memproses informasi" atau "sistem pengolah informasi."

Saat ini, komputer sudah semakin canggih. Tetapi, sebelumnya komputer tidak sekecil, secanggih, sekeren dan seringan sekarang. Dalam sejarah komputer, ada 5 generasi dalam sejarah komputer.

Generasi komputer

Generasi pertama
Dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut berusaha mengembangkan komputer untuk mengeksploit potensi strategis yang dimiliki komputer. Hal ini meningkatkan pendanaan pengembangan komputer serta mempercepat kemajuan teknik komputer. Pada tahun 1941, Konrad Zuse, seorang insinyur Jerman membangun sebuah komputer, Z3, untuk mendesain pesawat terbang dan peluru kendali.

Pihak sekutu juga membuat kemajuan lain dalam pengembangan kekuatan komputer. Tahun 1943, pihak Inggris menyelesaikan komputer pemecah kode rahasia yang dinamakan Colossus untuk memecahkan kode rahasia yang digunakan Jerman. Dampak pembuatan Colossus tidak terlalu memengaruhi perkembangan industri komputer dikarenakan dua alasan. Pertama, Colossus bukan merupakan komputer serbaguna(general-purpose computer), ia hanya didesain untuk memecahkan kode rahasia. Kedua, keberadaan mesin ini dijaga kerahasiaannya hingga satu dekade setelah perang berakhir.
Usaha yang dilakukan oleh pihak Amerika pada saat itu menghasilkan suatu kemajuan lain. Howard H. Aiken (1900-1973), seorang insinyur Harvard yang bekerja dengan IBM, berhasil memproduksi kalkulator elektronik untuk US Navy. Kalkulator tersebut berukuran panjang setengah lapangan bola kaki dan memiliki rentang kabel sepanjang 500 mil. The Harvard-IBM Automatic Sequence Controlled Calculator, atau Mark I, merupakan komputer relai elektronik. Ia menggunakan sinyal elektromagnetik untuk menggerakkan komponen mekanik. Mesin tersebut beropreasi dengan lambat (ia membutuhkan 3-5 detik untuk setiap perhitungan) dan tidak fleksibel (urutan kalkulasi tidak dapat diubah). Kalkulator tersebut dapat melakukan perhitungan aritmatik dasar dan persamaan yang lebih kompleks.

Perkembangan komputer lain pada masa kini adalah Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC), yang dibuat oleh kerja sama antara pemerintah Amerika Serikat dan University of Pennsylvania. Terdiri dari 18.000 tabung vakum, 70.000 resistor, dan 5 juta titik solder, komputer tersebut merupakan mesin yang sangat besar yang mengonsumsi daya sebesar 160 kW.
Komputer ini dirancang oleh John Presper Eckert (1919-1995) dan John W. Mauchly (1907-1980), ENIAC merupakan komputer serbaguna (general purpose computer) yang bekerja 1000 kali lebih cepat dibandingkan Mark I.

Pada pertengahan 1940-an, John von Neumann (1903-1957) bergabung dengan tim University of Pennsylvania dalam usaha membangun konsep desain komputer yang hingga 40 tahun mendatang masih dipakai dalam teknik komputer. Von Neumann mendesain Electronic Discrete Variable Automatic Computer (EDVAC) pada tahun 1945 dengan sebuah memori untuk menampung baik program ataupun data. Teknik ini memungkinkan komputer untuk berhenti pada suatu saat dan kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Kunci utama arsitektur von Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU), yang memungkinkan seluruh fungsi komputer untuk dikoordinasikan melalui satu sumber tunggal. Tahun 1951, UNIVAC I (Universal Automatic Computer I) yang dibuat oleh Remington Rand, menjadi komputer komersial pertama yang memanfaatkan model arsitektur Von Neumann tersebut
Baik Badan Sensus Amerika Serikat dan General Electric memiliki UNIVAC. Salah satu hasil mengesankan yang dicapai oleh UNIVAC dalah keberhasilannya dalam memprediksi kemenangan Dwilight D. Eisenhower dalam pemilihan presiden tahun 1952.

Komputer Generasi pertama dikarakteristik dengan fakta bahwa instruksi operasi dibuat secara spesifik untuk suatu tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode biner yang berbeda yang disebut "bahasa mesin" (machine language). Hal ini menyebabkan komputer sulit untuk diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer generasi pertama adalah penggunaan tube vakum (yang membuat komputer pada masa tersebut berukuran sangat besar) dan silinder magnetik untuk penyimpanan data.

Generasi kedua

Pada tahun 1948, penemuan transistor sangat memengaruhi perkembangan komputer. Transistor menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. Akibatnya, ukuran mesin-mesin elektrik berkurang drastis.

Transistor mulai digunakan di dalam komputer mulai pada tahun 1956. Penemuan lain yang berupa pengembangan memori inti-magnetik membantu pengembangan komputer generasi kedua yang lebih kecil, lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih hemat energi dibanding para pendahulunya. Mesin pertama yang memanfaatkan teknologi baru ini adalah superkomputer. IBM membuat superkomputer bernama Stretch, dan Sprery-Rand membuat komputer bernama LARC. Komputer-komputer ini, yang dikembangkan untuk laboratorium energi atom, dapat menangani sejumlah besar data, sebuah kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh peneliti atom. Mesin tersebut sangat mahal dan cenderung terlalu kompleks untuk kebutuhan komputasi bisnis, sehingga membatasi kepopulerannya. Hanya ada dua LARC yang pernah dipasang dan digunakan: satu di Lawrence Radiation Labs di Livermore, California, dan yang lainnya di US Navy Research and Development Center di Washington D.C. Komputer generasi kedua menggantikan bahasa mesin dengan bahasa assembly. Bahasa assembly adalah bahasa yang menggunakan singkatan-singakatan untuk menggantikan kode biner.
Pada awal 1960-an, mulai bermunculan komputer generasi kedua yang sukses di bidang bisnis, di universitas, dan di pemerintahan. Komputer-komputer generasi kedua ini merupakan komputer yang sepenuhnya menggunakan transistor. Mereka juga memiliki komponen-komponen yang dapat diasosiasikan dengan komputer pada saat ini: printer, penyimpanan dalam disket, memory, sistem operasi, dan program.

Salah satu contoh penting komputer pada masa ini adalah 1401 yang diterima secara luas di kalangan industri. Pada tahun 1965, hampir seluruh bisnis-bisnis besar menggunakan komputer generasi kedua untuk memproses informasi keuangan.
Program yang tersimpan di dalam komputer dan bahasa pemrograman yang ada di dalamnya memberikan fleksibilitas kepada komputer. Fleksibilitas ini meningkatkan kinerja dengan harga yang pantas bagi penggunaan bisnis. Dengan konsep ini, komputer dapat mencetak faktur pembelian konsumen dan kemudian menjalankan desain produk atau menghitung daftar gaji. Beberapa bahasa pemrograman mulai bermunculan pada saat itu. Bahasa pemrograman Common Business-Oriented Language (COBOL) dan Formula Translator (FORTRAN) mulai umum digunakan. Bahasa pemrograman ini menggantikan kode mesin yang rumit dengan kata-kata, kalimat, dan formula matematika yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Hal ini memudahkan seseorang untuk memprogram dan mengatur komputer. Berbagai macam karier baru bermunculan (programmer, analis sistem, dan ahli sistem komputer). Industr piranti lunak juga mulai bermunculan dan berkembang pada masa komputer generasi kedua ini.

Generasi ketiga

Walaupun transistor dalam banyak hal mengungguli tube vakum, namun transistor menghasilkan panas yang cukup besar, yang dapat berpotensi merusak bagian-bagian internal komputer. Batu kuarsa (quartz rock) menghilangkan masalah ini. Jack Kilby, seorang insinyur di Texas Instrument, mengembangkan sirkuit terintegrasi (IC : integrated circuit) pada tahun 1958. IC mengkombinasikan tiga komponen elektronik dalam sebuah piringan silikon kecil yang terbuat dari pasir kuarsa. Pada ilmuwan kemudian berhasil memasukkan lebih banyak komponen-komponen ke dalam suatu chip tunggal yang disebut semikonduktor. Hasilnya, komputer menjadi semakin kecil karena komponen-komponen dapat dipadatkan dalam chip. Kemajuan komputer generasi ketiga lainnya adalah penggunaan sistem operasi (operating system) yang memungkinkan mesin untuk menjalankan berbagai program yang berbeda secara serentak dengan sebuah program utama yang memonitor dan mengkoordinasi memori komputer.

Generasi keempat

Setelah IC, tujuan pengembangan menjadi lebih jelas: mengecilkan ukuran sirkuit dan komponen-komponen elektrik. Large Scale Integration (LSI) dapat memuat ratusan komponen dalam sebuah chip. Pada tahun 1980-an, Very Large Scale Integration (VLSI) memuat ribuan komponen dalam sebuah chip tunggal.

Ultra-Large Scale Integration (ULSI) meningkatkan jumlah tersebut menjadi jutaan. Kemampuan untuk memasang sedemikian banyak komponen dalam suatu keping yang berukurang setengah keping uang logam mendorong turunnya harga dan ukuran komputer. Hal tersebut juga meningkatkan daya kerja, efisiensi dan keterandalan komputer. Chip Intel 4004 yang dibuat pada tahun 1971membawa kemajuan pada IC dengan meletakkan seluruh komponen dari sebuah komputer (central processing unit, memori, dan kendali input/output) dalam sebuah chip yang sangat kecil. Sebelumnya, IC dibuat untuk mengerjakan suatu tugas tertentu yang spesifik. Sekarang, sebuah mikroprosesor dapat diproduksi dan kemudian diprogram untuk memenuhi seluruh kebutuhan yang diinginkan. Tidak lama kemudian, setiap piranti rumah tangga seperti microwave, oven, televisi, dan mobil dengan electronic fuel injection (EFI) dilengkapi dengan mikroprosesor.

Perkembangan yang demikian memungkinkan orang-orang biasa untuk menggunakan komputer biasa. Komputer tidak lagi menjadi dominasi perusahaan-perusahaan besar atau lembaga pemerintah. Pada pertengahan tahun 1970-an, perakit komputer menawarkan produk komputer mereka ke masyarakat umum. Komputer-komputer ini, yang disebut minikomputer, dijual dengan paket piranti lunak yang mudah digunakan oleh kalangan awam. Piranti lunak yang paling populer pada saat itu adalah program word processing dan spreadsheet. Pada awal 1980-an, video game seperti Atari 2600 menarik perhatian konsumen pada komputer rumahan yang lebih canggih dan dapat diprogram.

Pada tahun 1981, IBM memperkenalkan penggunaan Personal Computer (PC) untuk penggunaan di rumah, kantor, dan sekolah. Jumlah PC yang digunakan melonjak dari 2 juta unit pada tahun 1981 menjadi 5,5 juta unit pada tahun 1982. Sepuluh tahun kemudian, 65 juta PC digunakan. Komputer melanjutkan evolusinya menuju ukuran yang lebih kecil, dari komputer yang berada di atas meja (desktop computer) menjadi komputer yang dapat dimasukkan ke dalam tas (laptop), atau bahkan komputer yang dapat digenggam (palmtop).

IBM PC bersaing dengan Apple Macintosh dalam memperebutkan pasar komputer. Apple Macintosh menjadi terkenal karena memopulerkan sistem grafis pada komputernya, sementara saingannya masih menggunakan komputer yang berbasis teks. Macintosh juga memopulerkan penggunaan piranti mouse.

Pada masa sekarang, kita mengenal perjalanan IBM compatible dengan pemakaian CPU: IBM PC/486, Pentium, Pentium II, Pentium III, Pentium IV (Serial dari CPU buatan Intel). Juga kita kenal AMD k6, Athlon, dsb. Ini semua masuk dalam golongan komputer generasi keempat.

Seiring dengan menjamurnya penggunaan komputer di tempat kerja, cara-cara baru untuk menggali potensial terus dikembangkan. Seiring dengan bertambah kuatnya suatu komputer kecil, komputer-komputer tersebut dapat dihubungkan secara bersamaan dalam suatu jaringan untuk saling berbagi memori, piranti lunak, informasi, dan juga untuk dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Jaringan komputer memungkinkan komputer tunggal untuk membentuk kerja sama elektronik untuk menyelesaikan suatu proses tugas. Dengan menggunakan perkabelan langsung (disebut juga Local Area Network atau LAN), atau [kabel telepon, jaringan ini dapat berkembang menjadi sangat besar.

Generasi kelima

Mendefinisikan komputer generasi kelima menjadi cukup sulit karena tahap ini masih sangat muda. Contoh imajinatif komputer generasi kelima adalah komputer fiksi HAL9000 dari novel karya Arthur C. Clarke berjudul 2001: Space Odyssey. HAL menampilkan seluruh fungsi yang diinginkan dari sebuah komputer generasi kelima. Dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI), HAL dapat cukup memiliki nalar untuk melakukan percapakan dengan manusia, menggunakan masukan visual, dan belajar dari pengalamannya sendiri.

Walaupun mungkin realisasi HAL9000 masih jauh dari kenyataan, banyak fungsi-fungsi yang dimilikinya sudah terwujud. Beberapa komputer dapat menerima instruksi secara lisan dan mampu meniru nalar manusia. Kemampuan untuk menterjemahkan bahasa asing juga menjadi mungkin. Fasilitas ini tampak sederhana. Namun fasilitas tersebut menjadi jauh lebih rumit dari yang diduga ketika programmer menyadari bahwa pengertian manusia sangat bergantung pada konteks dan pengertian ketimbang sekadar menterjemahkan kata-kata secara langsung

Banyak kemajuan di bidang desain komputer dan teknologi yang semakin memungkinkan pembuatan komputer generasi kelima. Dua kemajuan rekayasa yang terutama adalah kemampuan pemrosesan paralel, yang akan menggantikan model non Neumann. Model non Neumann akan digantikan dengan sistem yang mampu mengkoordinasikan banyak CPU untuk bekerja secara serempak. Kemajuan lain adalah teknologi superkonduktor yang memungkinkan aliran elektrik tanpa ada hambatan apapun, yang nantinya dapat mempercepat kecepatan informasi.

Jepang adalah negara yang terkenal dalam sosialisasi jargon dan proyek komputer generasi kelima. Lembaga ICOT (Institute for new Computer Technology) juga dibentuk untuk merealisasikannya. Banyak kabar yang menyatakan bahwa proyek ini telah gagal, namun beberapa informasi lain bahwa keberhasilan proyek komputer generasi kelima ini akan membawa perubahan baru paradigma komputerisasi di dunia.

Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:
Historical computers

Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:
Computer modules
Obsolete Technology — Old Computers
Historic Computers in Japan
The History of Japanese Mechanical Calculating Machines
Computer History
25 Microchips that shook the world
[1]
Rao/Scaruffi's History of Silicon Valley

Minggu, 25 September 2016

Seni Lukis


Seni Lukis adalah seni yang mengappresiasikan pengalaman artistik seorang seniman melalui bidang dua dimensi . Bedasarkan media , dahan ,dantehniknya seni lukais dapat dibedakan menjadi lukisan cat minyak , cat air , pastel , arang batik , kaca ,azalelejo ,tempera , al seco , fresco ,

1 .lukisan cat minyak , (oil painting )adalah lukisan cat yang berupa tepung atau pasta yang dicampurkan oleh minyak / lin oil . alat yang digunakan adalah kuas / pisau palet .

2 . Lukisan cat air (water color ) adalah lukisan yang mengunakan media cat cair yang memiloki sifat trasparan (tembus pandang ).

3 . lukisan pastel , ( oil pastel ) adalah lukisan yang menggunakan butiran pigmen warna yang telah di padatkan seperti batang kapur ,

4. lukisan arang(conte),dapat menghasilkan lukisan yangberkesan gelap terang.Pengaturan nuansa betuk dancahaya sangat menonjol darilukisa ini.

5 .lukisan al-fresco,termasuk jenis lukisan dinding(mural).Al fresco sendiri mengandung arti fresh/segar.

6.lukisan al secco,media yang digunakan untuk lukisan al secco samadengan lukisan al fresco,namun lukisan al secco dilukis setelah temboknya telahkering.

7.lukisan tempera,lukisan yang dibuat di tembok(mural).Seteiah tembok kering,catnya diaduk dengan perekat,bahkan adakalanya cat air dicampur dengan putih telur sehingga hasilnya seperti cat minyak.

8.lukisan azalejo lukisan yang dikarjakan dengan cara menempel potongan dari suatu bentuk tertentu sesuai dengan pola gambar.

12.00 /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-style-parent:""; line-heigh t:115%; font-size:11.0pt; font-family:" Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:"TimesNew Roman";}

9 .lukisan mozaik , lukusan mozaik adalah lukusan yang menggunakan tehnik menempelkan pecahan kaca , / biji biian porselen,betiran meneral , batu batu alam,/ yang di susun sesuai dengan pola gambar

Macam-Macam Pensil dan Fungsinya


Macam pensil dan fungsinya

Sejak memasuki bangku sekolah, kita semua sudah akrap dengan pensil terutama dengan inisial 2B. Nah…ternyata alat ini memiliki berbagai jenis berdasarkan spesifikasi tertentu sesuai dengan fungsinya.

Pensil kebanyakan digunakan sebagai alat gambar, meskipun tidak sedikit pula yang menggunakannya sebagai alat tulis. Bagi para perupa, tak sedikit yang memanfaatkan alat ini sebagai media untuk mengungkapkan ekspresinya. Dengan alat ini banyak terlahir karya-karya unik yang memiliki nilai artistik cukup tinggi, bahkan tak kalah menarik jika dibandingkan dengan media lukis lainnya.

Berkarya dengan menggunakan pensil, juga sering disebut dengan teknik kering, berbeda dengan dengan teknis basah yang membutuhkan bahan pendukung seperti air atau minyak.

Untuk hasil yang terbaik dalam membuat karya seni, kita perlu tahu berbagai macam jenis pensil dan fungsinya. Berikut spesifikasinya.

Macam-macam pensil berdasarkan tingkat kekerasannya

1. Lunak

Jenis ini biasanya ditandai dengan kode-kode seperti 2b, 3b, 4b, 5b, 6b, dan 7b. Semakin besar angka di depan huruf B (Black), semakin lunak kepadatannya dan semakin pekat warna hitamnya.

2. Sedang

Jenis pensil sedang ini tidak begitu keras dan tidak begitu lunak, biasanya jenis ini juga digunakan untuk menulis dan biasyanya ditandai dengan huruf dan angka seperti H, HB, F, B, 2H, dan 3H.

B=black, HB= Half black, H= hard, F= firm

3. Keras

Pensil dengan kepadatan yang keras, biasanya digunakan untuk membuat sketch bangunan karena memiliki efek warna yang tidak begitu gelap bahkan cenderung berwarna abu-abu. Jenis ini biasanya ditandai dengan kode huruf dan angka 4H, 5H, 6H, 7H,8H, 9H

H= hard

Macam-macam pensil berdasarkan tingkat kehitaman dan fungsinya

Pensil dengan kode-kode yang sudah dijelaskan di atas, memiliki tingkat kehitaman yang berbeda-beda.

Pensil dengan tingkat ketebalan rendah seperti H, B, HB,  dan 2B lebih sering digunakan untuk membuat sket awal atau gambar rancang. Untuk tingkat ketebalan sedang seperti 3B, 4B, dan 5B digunakan untuk membuat outline dan arsiran. Sedangkan pensil dengan kadar kehitaman tinggi seperti 6B, 7B, dan 8B khusus yang digunakan untuk kepentingan menggambar. Jenis ini biasanya digunakan untuk membuat efek air, kaca, dan pencahayaan