JILID I
Kitab Suci Al-Qur’an yang kita kenal saat ini, pada awalnya tidaklah berbentuk sebuah kitab, namun di tulis di atas berbagai media alamiah seperti kulit unta, tulang dan sebagainya, dan dihafal oleh Rosulullah dan para sahabatnya. Pembukuan Al-Qur’an pertama kali dilakukan dimasa Khalifah Usman Bin Affan r.a, dan masih belum disertai dengan tanda baca seperti yang kita kenal saat ini.
Khalifah Usman bin ‘Affan r.a kemudian mulai melakukan pengiriman mushaf al-Qur’an ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada waktu itu. Ada yang menyebutkan bahwa khalifah Usman membuatnya dalam empat eksemplar, lalu mengirimkan satu eksemplar ke wilayah Kufah, Bashrah dan Syam, lalu menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan tadi) ia mengirimkan juga untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah mushaf itu ada 5 eksemplar.
Semua naskah itu ditulis di atas kertas, kecuali naskah yang dikhususkan ‘Utsman bin ‘Affan r.a untuk dirinya –yang kemudian dikenal juga dengan al-Mushaf al-Imam-. Sebagian ulama mengatakan ditulis di atas lembaran kulit rusa. Mushaf-mushaf tersebut oleh para ahli al-Rasm kemudian diberi nama sesuai dengan kawasannya. Naskah yang diperuntukkan untuk Madinah dan Mekkah kemudian dikenal dengan sebutan Mushaf Hijazy, yang diperuntukkan untuk Kufah dan Bashrah disebut sebagai Mushaf ‘Iraqy, dan yang dikirim ke Syam dikenal dengan sebutan Mushaf Syamy.
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya tentu saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik. Sejak saat ini mushaf Al-Qur’an tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Dari edisi terbitan Kitab Suci Al-Qur’an di masa Usman Bin Affan Tersebut, sampai saat ini hanya dua eksemplar yang masih bisa dilacak keberadaanya. Satu eksemplar berada di Tashkent, Uzbekistan dan satu Eksemplar lagi disimpan di Museum Topkapi, Istambul, Turki. Berikut ini kami sajikan beberapa Al-Qur’an tertua yang masih dapat ditemukan hingga saat ini
• Al-Qur'an Tulisan Utsman bin Affan di Tashkent, Uzbekistan (651H)
Mushaf Al-Qur'an tertua di Tashken
Mushaf Al-Qur’an pertama kali di bukukan pada masa khalifah Usman Bin Affan 651 atau 19 tahun setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Beliau membuat lima salinan dan menyebarnya ke berbagai wilayah Islam. salah satu dari Mushaf pertama tersebut kini disimpan di kawasan Hast-Imam, Kota Tashkent, ibukota negara Uzbekistan. Salinan lainnya juga masih tersimpan di Topkapi Palace di Istanbul, Turki.
Al-Qur'an tertulis yang pertama ini sangat berharga sehingga penyimpanannya diletakan dalam sebuah lemari kaca yang menempel ke dinding. Tapi Oleh karena usianya yang sudah ratusan tahun, Al-Qur'an yang ayat-ayatnya ditulis dalam bahasa Hejaz dan ditorehkan diatas kulit rusa ini tidak utuh lagi, hingga kini hanya menyisakan 250 halaman. Lokasi penyimpanan Al-Qur'an ini berdekatan dengan makam ilmuwan dari abad ke-10, Kaffel Sashi. Berada di kawasan bangunan yang menjadi pusat aktivitas Mufti Uzbekistan atau pimpinan keagamaan tertinggi negara. Tidak jauh dari lokasi penyimpanan Al-Qur'an tersebut, terdapat sebuah rumah yang melindungi benda sejarah lainnya, yaitu helai rambut Rasulullah SAW
pengakuan dari UNESCO
Sampainya Al-Qur'an dari dinasti pemerintahan Utsman bin Affan ke Tashkent ini sangat luar biasa. Setelah kematian Utsman bin Affan, sebagian orang menyatakan bahwa Al-Qur'an ini dibawa oleh Ali bin Abi Thalib ke Kuffah atau yang sekarang dikenal sebagai Irak. Tujuh ratus tahun kemudian, ketika Tamerlane (penakluk kawasan Asia Tengah) datang ke daerah ini, ia menemukan Al-Qur'an ini dan membawanya ke ibu kotanya di Samarkand, Al-Qur'an ini berada di Samarkand lebih dari empat abad, hingga orang Rusia menaklukan kota ini pada tahun 1868.
Saat itu, Gubernur Rusia mengirimkan Al-Qur'an ini ke St Petersburg dimana Al-Qur'an ini kemudian di simpan di perpustakaan kerajaan. Namun setelah pecahnya revolusi Bolshevik, Lenin yang sangat bernafsu menguasai daerah umat Islam mengirimkan Al-Qur'an ini ke Ufa atau yang kemudian dikenal sebagai Bashkortostan. Namun akhirnya, setelah berulang kali diminta oleh Muslim Tashkent, Al-Qur'an ini akhirnya kembali lagi ke Asia Tengah pada tahun 1924. Sejak saat itulah, Al-Qur'an ini ditempatkan di Tashkent dan berlangsung hingga saat ini. Sejak awal keberadaannya, Al-Qur'an ini telah menarik perhatian banyak orang termasuk petinggi umat Islam untuk mengunjunginya
• Al Quran Tertua di University of Tübingen, Jerman (642M – 662M)
Mushaf koleksi Universitas Tübingen
Peneliti di University of Tübingen di Jerman kini tengah meneliti sebuah Al Quran tulisan tangan. Disebutkan bahwa Quran tersebut berasal dari masa-masa awal pertumbuhan agama Islam. Deutsche Welle melaporkan kopi Al Quran itu tiba di perpustakaan universitas itu pada tahun 1864. Tadinya Al Quran ini koleksi pribadi Konsul Prusia Johann Gottfied Fitz Stein sebelum dibeli University of Tübingen.
Dari penelitian yang dilakukan, Al Quran itu ditulis sekitar 20 hingga 40 tahun setelah Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya hijrah dari Mekkah ke Madinah di tahun 622 Masehi. Menurut jurubicara universitas, kopi Al Quran tersebut ditulis dalam aksara Kufic, salah satu aksara tertua dalam bahasa Arab. Belum diperoleh informasi lain berkaitan dengan penelitian itu, termasuk apakah penelitian ini melibatkan ahli Islamologi atau hanya ahli bahasa dan arkelog.[ii] [iii]Naskah Al-Qur’an ini dapat dibaca
• Al-Quran Tertua di Kota Dhale, Yaman (Tahun 200H / 815M)
Seorang pemuda di Yaman menemukan cetakan al-Quran tertua yang pernah dikenali dalam sebuah gua. Walaupun ditawari ratusan juta rupiah, pemuda ini menolak melepaskan al-Quran tersebut. pemuda yang tidak disebutkan namanya ini mengaku menemukan al-Quran itu terbungkus sampul kulit di dalam sebuah gua di dalam gunung, sebelah selatan kota Dhale. Dalam halaman pertama Quran ini terdapat tulisan: "Manuskrip ini ditulis tangan pada tahun 200 hijriyah (815 masehi)". Dalam pengujian keaslian, diketahui bahwa manuskrip kitab suci itu asli. Berarti, cetakan al-Quran itu adalah yang tertua yang pernah ditemukan.
Bukti kebenaran penanggalan bisa dilihat dari jenis tulisan yang digunakan. Dalam al-Quran ini tidak ada titik-titik yang terdapat dalam abjad Arab masa kini. Tulisan dalam al-Quran ini adalah tulisan Arab lama. Titik-titik baru ditambahkan pada beberapa abad berikutnya untuk membedakan huruf yang hampir sama. Pemuda ini pernah ditawari uang sebesar 12 juta riyal Yaman atau sekitar Rp538 juta namun menolaknya dan memutuskan untuk tetap menyimpannya. Selain menemukan al-Quran tertua itu, pemuda ini juga dilaporkan menemukan pedang Zulfikar, yang merupakan hadiah dari Nabi Muhammad SAW untuk khalifah Islam keempat Ali bin Abi Talib yang juga merupakan menantunya.[iv]
• Manuskrip Sana’a, Yaman (645-690M)
mushaf Sana'a, Yaman
Manuskrip Sana'a, ditemukan di Yaman pada tahun 1972 secara tidak sengaja oleh pekerja bangunan yang merenovasi dinding loteng Masjid Agung Sana’a. Mereka tidak menyadari apa yang mereka temukan dan mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut, dan memasukkannya ke dalam 20 karung kentang, kemudian meninggalkannya di salah satu tangga menara Masjid. Penelitian terhadap manuskrip tersebut baru dilakukan pada tahun 1979 oleh para ilmuwan Jerman.
Hasil penelitian dengan test karbon terhadap manuskrip tersebut justru membingunkan. Tes karbon-14 menunjukkan beberapa perkamen berasal dari tahun 645-690 sesudah masehi. Periode ini cukup panjang, terutama jika perkamen itu digunakan ulang, yang wajar dilakukan pada zaman dahulu. Sedangkan kaligrafinya berasal dari tahun 710-715 sesudah masehi. Artinya bahwa jenis kaligrafi yang digunakan pada manuskrip tersebut justru lebih muda dari usia manuskripnya sendiri. Walaupun teks tersebut bertanggalkan hingga dua dekade awal pada abad 8 (kira-kira 70 tahun setelah kematian Nabi Muhammad), tes dengan karbon-14 menunjukan beberapa perkamen dalam kumpulan ini sudah ada sejak abad 7 dan 8. Seluruh manuskrip tersebut kini sudah dibersihkann, diurutkan, dan ditata. Dan disimpan di Perpustakaan manuskrip Yaman
• Manuskrip Al-Qur’an Dong Xian, China (abad ke 8-13M)
mushaf tertua di Cina
Sebuah manuskrip kuno al-Quran ditemukan kota Dong Xian, Provinsi Gansu, Cina utara. manuskrip kuno ini merupakan al-Quran yang terbit pada abad 11M. Petugas Warisan Budaya Provinsi Gansu menyatakan bahwa Quran setebal 536 halaman ini ditulis di atas kertas Samarqand. Berdasarkan dokumen yang ada, manuskrip al-Quran ini dibawa dari kota Samarqand, Uzbekistan ke Cina pada Abad 14M.
Manuskrip tua ini disebut-sebut sebagai manuskrip al-Quran tertua yang ditemukan hingga kini, karena para arkeolog menyatakan bahwa manuskrip tua berasal dari abad 8-13 M. Bahkan berdasarkan penelitian terhadap kaligrafi dan dekorasi manuskrip ini, ada sejumlah pakar yang menyatakan bahwa manuskrip tersebut berasal dari abad 9M.[vi]
• Al Qur’an Tertua di Alor, NTT, Indonesia
Alqur’an tertua ini menjadi salah satu bukti masuknya Islam ke Kabupaten Alor, Nusa Tengga Timur. Al-Qur’an tersebut berasal dari Kesultanan Ternate pada masa Kesultanan Babullah V sekitar tahun 1519 masehi. Dibawa oleh Lang Gogo bersama empat saudaranya yang merantau untuk menyebarkan Islam. Al Quran tersebut terbuat dari kulit kayu.
Saat ini Al Quran tersebut disimpan oleh Saleh Panggo Gogo yang merupakan generasi ke-13 keturunan Iang Gogo dari kesultanan Tarnate di desa Desa Lerabaing, Alor, NTT. Pada Festival Legu Gam di Tarnate pada tahun 2011, Al quran tertua ini didatangkan khusus oleh Sultan Tarnate dari Alor.[viii]
Referensi :
[i] Al-Qur'an Tertua Tulisan Utsman bin Affan Ada di Tashkent
[ii] Al Quran Tertua Ditemukan di Jerman!
[iii] Naskah tertua Al-Qur'an telah ditemukan!
[iv] al-quran-tertua-ditemukan-di-gua-yaman
[v] Wikipedia – manuskrip sana’a
[vi] Ditemukan di Cina, Manuskrip Kuno Qur'an Tertua
[vii] Al-qur’an Tertua di Bone Berbahan Kulit Unta
[viii] Jangan Heran, Al Qur’an Tertua di Asia ada di Alor-NTT
JILID II
Al-Quran telah ditulis sejak pertama kali turun.
Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris pribadi yang kerjanya melulu hanya menulis Al-Quran. Mereka adalah para penulis wahyu dari kalangan sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhum. Bila suatu ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah
Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Tabit, "Kami menyusun Qur'an di hadapan Rasulullah pada kulit binatang."
Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, di antara mereka yang disebutkan di atas.
Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan di atas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra' dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzul-nya (turun), tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu.
Andaikata pada masa Nabi SAWQur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.
Az-zarkasyi berkata, "Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."
Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, "Rasulullah SAW telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.
Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar radhiyalahu 'anhum.
Metode yang digunakan untuk menyusun Al-Quran adalah metode wahyu dari langit. Sebab setiap ada ayat yang turun, Rasulullah SAW selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, beliau juga menjelaskan tata letak ayat tersebut di dalam Al-Quran
dibukukan pertama kali dalam bentuk cetakan (1537) --- Vatican
http://www.ox.ac.uk/images/photogallery/...
dibukuan menurut edisi mesir (1924) ada di mesir..
http://answering-christianity.com/quran/...
JILID III
Sejarah mencatat bahwa pada masa Nabi Muhammad saw. al-Qur’ân ditulis di atas pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang dan alat-alat lainnya yang bisa dijadikan sebagai tempat menulis. Itupun ditulis dengan tangan para penulis wahyu pada saat itu. Selain terpelihara dengan tulisan, al-Qur’ân juga terpelihara melalui hafalan para sahabat. Bagi kalangan bangsa Arab menghafal merupakan suatu hal yang membudaya, bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang mendarah daging pada diri mereka. Sehingga menghafal dianggap sebagai suatu kebiasaan yang diwariskan secara turun temurundari nenek moyang mereka. Ini bisa dilihat dari silsilah keturunan mereka, mereka bisa menghafal silsilah keturunan sampai ke nenek moyang terakhir. Itulah salah satu sebab terpeliharanya al-Qur’ân secara mutawâtir yang bisa sampai kepada kita sampai sekarang.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pada masa Nabi Saw. alat yang digunakan untuk memperbanyak al-Qur’ân sangatlah minim dan sederhana. Pada abad-abad berikutnya muncullah beberapa penulis al-Qur’ân dengan tulisan yang indah. Tulisan indah ini dihasilkan oleh beberapa ahli kaligrafi yang memiliki kemampuan dalam hal itu. Salah satu penemuan baru dalam penulisan al-Qur’ân adalah dengan adanya peralihan khat (tulisan). Menurut M. Hadi Ma’rifah, sebagaiman dikutip Prof. Dr. HA. Athaillah bahwa penulisan mushaf al-Qur’ân dengan khat kûfî berakhir pada abad ke-3 H. Kemudian pada awal abad ke-4 H khat kûfî diganti dengan khat naskhî yang indah. Kaligrafer yang pertama kali menulis mushaf dengan khat naskhî adalah Muhammad bin Ali bin Husain bin Miqlah (272-328 H). Khat naskhî mencapai puncaknya di tangan Yâqût bin Abdillah al-Maushûlî (w. 689 H). Penulisan mushaf dengan sistem khat Yâqût berlangsung hingga abad ke-11 H. Setelah beberapa abad kemudian lahirlah percetekan al-Qur’ân
• Percetakan al-Qur’ân.
Percetakan al-Qur’ân dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M)dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang). Percetakan al-Qur’ân yang terjadi dibarat tidak terlepas dari peran penerjemahan. Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan al-Qur’ân yang pertama adalah dengan bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143 M. dengan penerbitnya Bibliander
• Percetakan Awal al-Qur’ân
Al-Qur’ân pertama kali dicetak dan diterbitkan di Venice (Venisia) sekitar tahun 1530 M. kemudian di Basel pada tahun 1543 M, tetapi setelah beberapa percetakan itu dihancurkan atas perintah para penguasa gereja. Orang yang pertama kali mencetak al-Qur’ân adalah Paganino dan Alessandro Paganini – sekitar tahun 1537 atau 1538 M. Namun sayang sekali cetakan yang telah dicetak keduanya tidak diketahui keberadaannya. Salah seorang sarjana Itali, yakni Angelina Nouvo menemukan photo Copy al-Qur’ân yang pernah dicetak di Venisia. Photo Cory tersebut ditemukan di Isola – Venisia – tepatnya di perpustakaan Fransiscan Friars of San Michele.
Percetakan yang dilakukan Paganino dan Paganini ini bertujuan untuk dieekspor ke kerajaan Turki Utsmani. Tetapi orang-orang Turki Utsmani tidak mau menerima al-Qur’ân tersebut karena:
1. Orang Turki Utsmani meyakini bahwa Al-Qur’ân adalah kitab suci yang tidak boleh dipegang oleh orang-orang kafir – non muslim – seperti Paganino dan Paganini. Menurut Jean Bodin (1530-1596 M) dalam bukunya “Colloquium Heptaplomeres”, bahwa orang-orang Turki Utsmani memotong tangan kanan Alessandro Paganini dan merusak seluruh cetakannya.
2. Al-Qur’ân yang dicetak di Venisia memiliki banyak kekurangan dan kesalahan yang bisa mengurangi – bahkan merusak – makna al-Qur’ân
• Percetakan al-Qur’ân di Jerman
Percetakan ini dilakukan di Hamburg pada tahun 1694 M. oleh Abraham Hinckelmann. Empat tahun kemudian Ludovico Maracci mencetak edisi teks Arab dengan terjemah bahasa Latin.LudovisiGustav Flugel – dengan edisi Arab – yang mencetak secara khusus di Leifzig pada tahun 1834 M.Lalu diikuti dengan cetakan berikutnya pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893 M. Edisi ini banyak diikuti oleh sarjana Barat setelah perang dunia I.
• Percetakan al-Qur’ân di St. Petersburg
Ini dilakukan karena mendapat perlindungan dari ratu Catherine II, dimulai pada tahun 1787, 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798 M. Sedangkan percetakan al-Qur’ân di Volga – kota Kazan – terjadi perbedaan pendapat tentang tahunnya. Menurut Sarkîs, hal itu pertama kali terjadi pada tahun 1801 M. sedangkan menurut Schnurrer, itu terjadi pada tahun 1803 M. Sejak tahun 1842 M. percetakan St. Petersburgmencetak mushaf dengan model yang bervariasi. Sehingga pada tahun 1905 M. percetakan ini mengeluarkan mushaf dengan bentuk format yang besar dengan tujuan untuk diperlihatkan kepada pemerintah pada waktu itu
• Percetakan al-Qur’ân di London (Inggris)
Terjadi pada tahun1833 M. kemudian pada tahun 1871 dan 1875 M. Bahkan mushaf yang ada di Perpustakaan Universitas Harvad merupakan mushaf cetakan London edisi tahun 1845 dan 1848 M.
• Percetakan al-Qur’ân di Bobay (India)
Cetakan di Bombay ini dimulai pada tahun 1852, 1865, 1869, 1875, 1881, 1883, 1891 dan 1897 M. Percetakan ini pertama kali disebarkan pada tahun 1856 dan 1857. Sedangkan cetakan Bombay dengan memakai pengantar bahasa persia dan disertai dilakukan oleh Muhammad Ali Qashânî. Percetakan Calcutta yang disertai dengan tafsîr al-Zamakhsyarî diproduksi oleh William Nassau Lees, Abdul Hayyi dan Khaddâm Husain
• Percetakan al-Qur’ân di Kairo (Mesir)
Menurut Sarkîs, al-Qur’ân dicetak di Kairo terjadi pada tahun 1864 M., kemudian pada tahun 1866, 1881 dan 1886 M.
• Percetakan al-Qur’ân di Turki
Dimulai pada tahun 1872, 1886, 1889 dan 1904 M.
Selain di negara-negara di atas, di beberapa negara juga mulai ramai percetakan al-Qur’ân. Seperti di Iran (1828 M), Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya termasuk di Indonesia yang diawasi oleh Kementerian Agama. Selain dicetak, mushaf atau naskah al-Qur’ân yang autentik dari masa khalifah Utsmân juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia), musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir).[2]
[1]H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet-I, 2011), hlm. 329.
[2]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372
JILID IV
Karya Alumni S2 IIQ Jakarta: “Sejarah Pencetakan al-Qur’an”
Informasi tentang sejarah pencetakan al-Qur’an masih minim dan simpang siur. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus untuk merekonstruksi sejarah pencetakan al-Qur’an yang objektif dan nir-bias. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri bagi sejarawan muslim dan pengkaji al-Qur’an
Pada tahun 2004, sarjana-sarjana pengkaji al-Qur’an di Jerman dan Netherland telah menjawab ‘PR’ tersebut. Penerbit IDC, penerbit akademis buku-buku sumber yang jarang di Leiden telah me-launching hasil penelitian koleksi-koleksi al-Qur’an yang dicetak di Barat pada tahun 1537-1857 M. Penelitian tersebut dibukukan dengan judul Early Printed Korans: The Dissemination of the Koran in the West, yang diedit oleh Hartmut Bobzin dan August den Hollander. Buku ini memberikan informasi yang lebih tentang sejarah pencetakan al-Qur’an awal yang cukup comprehensif dan terhitung baru. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya bias-bias kepentingan
Selain buku tersebut, Encyclopaedia of the Qur’an (Brill: Leiden-Boston, 2004) yang di-chief-editor-i oleh Jane Dammen McAuliffe, juga memberikan informasi yang cukup memuaskan tentang sejarah pencetakan al-Qur’an, terutama di entri Printing of the Qur’an yang ditulis oleh Michael W. Albin dan beberapa entri lainnya terkait dengan pencetakan al-Qur’an seperti Qur’an and Media.
Tulisan ini mencoba merangkum sejarah pencetakan al-Qur’an untuk pembaca dengan mengacu pada terutama kedua referensi tersebut dan referensi sekunder lainnya
Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan 9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya cetakan tersebut musnahkan.
Namun informasi lain menyatakan bahwa lain. Konon, cetakan al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Bayazid II (1447 atau 8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut
Pelarangan peredaran al-Qur’an sudah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, al-Qur’an boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan atas kebenaran isi al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah al-Qur’an. Terjemah al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada 1543 M.
Terjemahan al-Qur’an bahasa Latin dipersiapkan di Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh seorang native Arab dan diedit oleh teolog Zurich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari tiga bagian: al-Qur’an itu sendiri; sejumlah pembuktian kesalahan al-Qur’an oleh sarjana terkemuka; dan sejarah Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak ulang pada 1550 M.
Ada juga cetakan-cetakan bagian al-Qur’an, yakni Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas Epernius (1584-1624) pada 1617 di Leiden. Awalnya Surah Yusuf dijadikan sebagai bahan latihan untuk pelajaran bahasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah mendidirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian type’, sebuah landmark dalam sejarah tipografi Eropa tentang Arab
Pencetakan al-Qur’an berikutnya dilakukan di Hamburg pada 1694 oleh Abraham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar dengan bahasa Latin. Empat tahun kemudian, yakni 1698, al-Qur’an cetakan edisi lain diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci.
Pada tahun 1701 orientalis Andreas Acoluthus dari Breslau mempublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot al-Qur’an, yang di dalamnya di mencetak Surah Pertama al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia dan Turki.
Pada tahun 1787, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherin II menyuruh agar al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, seperti toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengakses kitab suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798
Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman.
Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani.
Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya. Di kota Volga, Kazan, al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1801 (ada pula yang menyatakan pada tahun 1803). Persia (Iran) mulai mencetak al-Qur’an pada tahun 1838. London pada tahun 1833. India pada tahun 1852, dan Istanbul pada tahun 1872.
Pada tahun 1834, al-Qur’an dicetak di Leipzig dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel. Mungkin cetakan al-Qur’an yang lebih baik tinimbang edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa sebelumnya. Edisi ini dilengkapi dengan concordance (pedoman penggunaan) al-Qur’an yang dikenal dengan Flugel edition. Terjemahan Flugel membentuk fondasi penelitian al-Qur’an modern dan menjadi basis sejumlah terjemahan baru ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893
Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai dengan yang digunakan umat Islam umumnya.
Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai laki kerja percetakan pada 1819 dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).
Namun pencetakan al-Qur’an di Mesir baru dimulai tahun antara 1923-1925. Edisi ini dicetak dengan percetakan modern. Edisi Mesir ini menjadi mushaf standar dimana bacaan al-Qur’an sudah diseragamkan. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Alquran (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memprakarsainya.
Di Asia Tenggara, al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan.
Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960).
Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman).
Mulai abad ke-20 pencetakan al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.
Semenjak edisi Raja Fadh INI, al-Qur’an mulai dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan penambahan keterangan-keterangan lainnya, sebagaimana yang kita temukan sekarang ini.
Sumber: http://forum.kompas.com/bincang-buku/222759-sejarah pencetakan-al-quran-sebuah-buku-untuk-memperkaya-khazanah-kajian-al-quran.html
.....................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar